bahagia..

Cerita ini telah lama kutitipkan pada embun yang datangnya subuh hari. Telah kubisikkan pada nyala lampu yang samar. Dan aku hampir saja lupa sebuah cerita kalau kau paling tak suka tak diacuhkan. Sesaat setelah hujan, tak ada awan katamu. Tetapi aku bilang diatas sana ada bintang yang gemerlapan meski kecil, masih ada yang takjub barangkali seperti aku. Tetapi kau masih ngotot menurutmu gumpalan awan akan terasa indah jika dia diberi warna. Dan kau ngotot, aku hanya bisa tertawa.

Lantas kita berdalih tentang lebih banyak hal lagi. Kaupun bertanya tentang langit dan pendapatku tentang apakah hanya kita saja mahluk cerdas yang mendiami galaksi ini. Tentang mengapa bintang begitu banyak. Tentang benarkah blackhole melahap setiap cahaya dari semua bintang yang begitu banyak ditangkap mata kita berdua. Lalu aku ingat kata terakhir, sebuah pertanyaan. Apakah engkau punya segala hal yang berbau mistis yang berhubungan dengan mahluk luar atau sebagainya. Ucapmu dengan nada yang penasaran.

dan aku mengingatnya, kirakira seminggu yang lalu...

Dan dia mengangakan mulutnya siapsiap mendengarkan aku bercerita....


***

Suatu siang, berada di perempatan lampu merah menuju jalan pulang, saya pernah menemukan salah satu dari mereka. Namanya Kayla, penghuni rumah tuhan. waktu itu dia bertengger diatas jalanan dibawah pohon rindang dekat lampu merah. Di perempatan lampu merah itu memang sebagian diantaranya rimbun dihiasi pepohonan yang tidak terlalu besar untuk ukuran Kayla. Aneh juga sejak saya melihat Kayla pepohonan itu semakin hijau, paling tidak setelah dia berada di tempat itu di perempatan lampu merah yang seharihari kulewati jika akan menuju pulang. Awalnya tidak percaya seakanakan dia terbang mendatangiku, tetapi kali ini tanpa sayap. Aku bercerita sesaat kemudian kau menghujaniku dengan senyuman yang senyap pula.

"jangan takut sayang..., itu belum seberapa" ujarku kepadanya setelah melihat senyum senyap itu..

Kepalanya bundar, juga seperti mahluk ET yang dibikin Steven Spielbergh. Tangannya juga tidak panjang seperti bentuk tubuh Alien yang ada di X-File atau kelaminnya tidak sama dengan tokoh anak kecil yang bermain di film The Sign karyanya Night Shamalan. Dan dari jenis kulit serta besar badannya dia bukanlah sejenis alien yang berasal dari ras vega. Tidak.. selain tubuhnya yang lebih kecil kupikir dia sama seperti kita, memiliki hidung dua buah biji mata, tetapi sungguh aku yakin dia tidak berasal dari planet ini.

Tibatiba, kau tertawa mendengar ceritaku yang seakanakan hanya kisah dongeng semata. Aku juga hanya bisa tertawa memang. Lantas kutawarkan teh hangat dan kuajak kau bercakap di beranda. Tetapi kau memintaku mengarahkan pandangan kearah atap rumah. Dan tiba-tiba kau dan aku telah begitu saja berada disana. Kau dan aku telah duduk berdua diantara saluran genteng, disiram nuansa kelam malam. Saling tertawa seolah kau dan aku telah berteman dan tahu sama lain sejak begitu lama.

"Tak ada Bintang di angkasa" ucapku kali ini kepadamu.

Dalam hitungan menit aku merasa kamu menjadi begitu dekat denganku. Aku merasa mendapat teman. Dalam berbagai cara, entah mengapa aku selalu berpikiran sama. Kebahagiaan sepertinya bukanlah teman yang selalu menyenangkan.. bukan kebahagiaan seperti itu. Aku butuh hidangan lain dan sepertinya kaupun begitu. sebuah menu yang lengkap dengan makanan bernama penderitaan yang terpaksa.

Aku melanjutkan cerita tentang Kayla dan kau masih setia mendengarkanku..


Kayla hanya seorang anak kecil, barangkali dia bukan alien karena tampaknya dia hanya mengemis setiap hari di perempatan lampu merah yang seharihari kulewati. Tetapi, perihal dia mahluk aneh yang barangkali seorang peri kecil tak bersayap juga ada benarnya. Kayla tak memiliki tongkat sebagaimana peri, dia hanya pemintaminta yang tak pernah memaksa orang untuk membberikan sepeser recehan. Orangorang justru menjambanginya, baik yang bermobil maupun menggunkan sepeda motor kerap kali memberikan uang kecil serupa recehan bahkan lembaran.

Kayla paling laris diantara para pemintaminta yang ada di sekitar perempatan lampu merah itu. Aku pikir dia pembawa pesan seperti malaikat kecil. Senyumnya selalu terpancar tak ada susah saat menengadahkan timba kecil kepada pengendara untuk memintaminta. Kayla tidak memiliki sayap dan tongkat, hanya ada timba kecil di tangannya untuk para pengendara.. barangkali dialah kebahagiaan itu.. karena setelahnya, dua tiga hari dia tak pernah lagi menancapkan batang hidungnya di perempatan lampu merah itu. Juga barangkali para pengendara di perempatan lampu merah itu merindukannya...

Kayla peri kecil itulah yang kupikir perwakilan dari dunia lain dan diutusnya kesini. Dia menampakkan kebahagiaan. Paling tidak itu terpancar dari wajahnya yang lucu seumuran sepuluh tahun perempuan kecil berambut sebahu itu.

dia tak pernah mengajak kita untuk berpikir bisa terbang..
atau membayang angkasa dan bintang sekalipun... Kayla masih bisa bahagia
dan itu terpancar dari wajahnya.. tak memaksa bahwa hidupnya begitu susah
dialah malaikat itu..malaikat kebahagiaan...


Tak seperti kau dan aku yang terlalu banyak membayang bintang atau menatap langit.. sungguh itu diluar jangkauan kita sayang..

Comments

Popular posts from this blog

Tjoen Tek Kie Nama Toko Obat Kuno di Jalan Sulawesi

Thoeng dan Pecinan di Makassar

Minat itu harus dilatih