ibu-pengantar bambu

Sandal karet yang hampir putus tidak mengikis semangatnya
mendorong gerobak bambu dari jalanan beraspal. Tapi bukan itu
yang dipikirkannya. Tak memakai sandal sekalipun ia tetap
mendorong lima buah bambu diatas gerobak dan jalan beraspal.
Usia tua rambut panjang beruban dan disanggul juga berketombe
karena tak mampu beli shampo dibawah terik matahari,
juga tak dipikirkannya. Ia perempuan yang tidak peduli
kelamin mencari sesuap nasi, dari juragan bambu.

Saban hari meminta seember air di seberang gubuk reog
miliknya. "Ibu Ludya-Ludya", kami menyapanya. Karena uang
lima ribu perak jerih payahnya jatuh dari kantong celana pendek
yang usang dengan tetes keringat seharian. Agak pikun mencari
uang itu, memikirkan seorang cucu butuh susu dan seorang
anak butuh uang, biaya baju olahraga di sekolah STM.

Menghidupi seorang cucu dan dua orang anak dengan sandal
yang terkikis setiap hari oleh jalanan beraspal dan terik matahari.

Adakah mereka memikirkanmu..
Hari dimana kami menyebutmu..


Perempuan ini bekerja puluhan tahun sebagai pengantar bambu di Jalan Hertasning-Bau Mangga, tetangga saya. Namanya Ibu Ludya asal Toraja. Anaknya dua orang, perempuan dan laki. Memiliki cucu dari seorang menantu yang datang setiap bulan sekali.. kadangkadang tak datang berbulanbulani di rumah mertua-gubuk reog di Jalan Adhyaksa 1..

Comments

Popular posts from this blog

Tjoen Tek Kie Nama Toko Obat Kuno di Jalan Sulawesi

Thoeng dan Pecinan di Makassar

Minat itu harus dilatih