Kesan Pertama Itu Menggoda

Lantaran pernyataan Abraham Samad yang membilang koruptor itu brengsek, menggelitik saya sehingga mau menuliskan artikel ini. Bukan sok suci dan sok bersih, tapi benar adanya kalau mereka (aparat) sebenarnya lebih brengsek lagi jika tak memberantas korupsi. Berbicara lantang memang gampang, tapi kita butuh bukti.

Baiklah, saya ingin membandingkan apa yang saya tahu mengenai tokoh anti korupsi Abraham Samad ini. Dari curi dengar sana-sini, awalnya banyak yang ragu Abraham terpilih sebagai anggota Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Keraguan itu terjawab, tatkala ia tak hanya terpilih masuk dalam jajaran KPK, tapi sekaligus terpilih menjadi Ketua KPK.

Saya tidak tahu banyak mengenai tokoh Abraham Samad ini. Tapi, ia adalah orang Bugis-Makassar. Bagi masyarakat kelas bawah, di lapak-lapak warung kopi Makassar, Abraham menurut mereka adalah titisan Baharuddin Lopa. "Saya dengar katanya dia seperti Baharuddin Lopa," kata Angga, pelanggan warkop lapak dekat pengadilan Sungguminasa, Gowa, Sulawesi Selatan.

Pernah, suatu ketika di awal tahun 1999, saat almarhum bapak saya masih ada, Baharuddin Lopa mendatangi rumah kami di Jalan Adhyaksa, Kompleks Kejaksaan, Makassar. Baharuddin Lopa, saat itu adalah seorang jaksa agung yang sangat dihormati. Baharuddin Lopa, seingat saya, saat itu didampingi dua orang stafnya.

Di ruang tamu kami yang sederhana, bapak berbincang sedikit, mengenai tersumbatnya aliran selokan. Saban hujan tiba di masa itu, memang kerap mendatangkan banjir. Sebulan setelah kedatangan Jaksa Agung Baharuddin Lopa, jalanan rumah di sekitar kompleks langsung lancar. Terutama, sikap tanggap pemerintah yang membuat kanal berukuran dua meter tempat pembuangan selokan air rumah kami. Saya masih SMA, dan masih culun waktu itu.

Hingga akhir hayatnya, Baharuddin Lopa, memiliki tempat di hati orang Makassar sebagai pendekar hukum yang tak kenal takut. Saya tak pernah tahu persis, siapa sebenarnya Baharuddin Lopa, kecuali, saat ia mendatangi rumah kami, dan menampung aspirasi warga lantaran banjir saban tahun mendera kawasan rumah kami waktu itu. Lalu, ada Abraham Samad. Ia adalah orang Makassar seperti Baharuddin Lopa, bergelut sama di bidang hukum.

Sejauh yang saya tahu, Abraham adalah orang yang berapi-api saban kali berbicara tentang korupsi. Juga pernah suatu kali Abraham saya ketahui sangat lantang berbicara korupsi di depan podium, meja seminar atau obrolan ala anti korupsi. Orangnya rapi, berhobi mengenakan setelah kemeja lengan panjang, duduknya tegap ala tentara. Saya pernah semeja dengan beliau mengenai sewaktu ada seminar Anti Korupsi yang diadakan Lembaga Bantuan Hukum Makassar.

Waktu itu, saya dipanggil LBH Makassar, karena sedikit tahu tentang kasus korupsi di Dewan Propinsi Sulawesi Selatan tahun 2008. Secara teknis, saya lebih menguasai modus korupsi di dewan lantaran pernah diam-diam mengusutnya. Sementara Abraham, lebih banyak berbicara pada sisi hukum. "Tak ada ampun buat koruptor," katanya berapi-api.

Waktu itu, saya menggunakan kemeja putih, bersendal dengan ransel besar yang saya pikul. Saya datang terlambat sekitar sepuluh menit sejak acara. Tentu saja, saya tak sebanding, dibandingkan seorang Abraham Samad. Saya bawa ponsel, merek corby. Abraham punya ponsel BlackBerry selip buka tutup, yang menurut saya masih sangat mahal waktu itu. Hanya orang berduit yang punya ponsel seperti itu.

Dan, saya teringat dengan mantan penasehat KPK, Abdullah Hehamahua sewaktu berkunjung pada sebuah seminar di Universitas Negeri Makassar. Saya kagum betul sama Pak Abdullah. Ia adalah tipikal yang sangat-sangat sederhana. Tutur katanya halus, dari situ kelihatan, ia adalah muslim yang taat.

Tak hanya itu, saya mengamati, laptopnya bermerek ACER, buatan Korea, warna merah jambu pula. "Ini laptop anak saya. Laptop saya rusak nak," katanya. Dia bilang, menuju kantornya di KPK, sehari-hari hanya berjalan kaki dari tempat kos-kosan. Saya seperti halnya anda, tentu saja tidak selalu benar. Tapi, penilaian yang baik, bisa jadi berawal dari kesan pertama. Dan, saya berharap itu salah, sebab kesan pertama yang paling menggoda ada pada salah satu tokoh yang saya ceritakan. Sekali lagi, saya berharap kesan pertama itu, salah!! |Foto-foto Tempo-Jacky rachmansyah| Tribun | Berbagai sumber|
.

Comments

Popular posts from this blog

Tjoen Tek Kie Nama Toko Obat Kuno di Jalan Sulawesi

Thoeng dan Pecinan di Makassar

Minat itu harus dilatih